Pada 1 Oktober 2025, area Pohon Cinta SMA St. Louis 1 tampak lebih hidup dari biasanya. Biasanya menjadi tempat siswa beristirahat atau berbincang santai, hari itu lokasi tersebut berubah menjadi ruang kegiatan yang penuh energi. Kompor portable, talenan, dan wadah berisi bahan masakan memenuhi meja panjang yang disusun melingkar. Suara obrolan, tawa, dan aroma bumbu tumis berpadu menciptakan suasana yang hangat sekaligus produktif.
Hari itu, kelas A2 tengah melaksanakan tugas pelajaran Mandarin bertema budaya Tiongkok, dengan kegiatan utama berupa memasak hidangan khas Tiongkok.
Kelompok kami memilih untuk membuat Nasi Hainan Ayam, salah satu hidangan klasik asal Hainan, Tiongkok, yang terkenal dengan aroma lembut minyak bawang dan rasa ayam yang gurih. Aurelia Valerie (06) bertanggung jawab atas bagian resep dan racikan bumbu, memastikan setiap takaran pas agar rasanya tetap autentik. Sementara itu, Aurelia Kenzie (05) memimpin bagian dessert, menyiapkan puding santan nutrijell sebagai hidangan penutup yang manis dan lembut.
Namun tentu saja, mereka bukan satu-satunya yang bekerja. Seluruh anggota kelompok ikut terlibat: ada yang memotong ayam, ada yang menanak nasi, dan ada yang sibuk menyiapkan garlic oil di wajan kecil. Bau harum minyak bawang menyebar ke seluruh area, membuat beberapa adik kelas yang lewat saat istirahat ikut penasaran. Kami pun akhirnya membagikan beberapa tester kecil untuk mereka coba, dan wajah mereka langsung berbinar, mungkin karena gratis, mungkin juga karena rasanya memang lumayan enak.
Proses memasak kami diawasi langsung oleh Laoshi Budi, guru Mandarin kami, yang sesekali memberi komentar ringan sambil memperhatikan cara kami bekerja sama. “Ingat, masakan yang enak itu bukan cuma soal bumbu, tapi juga soal kerja tim,” katanya dengan senyum khasnya.
Di sisi lain area, beberapa teman kami sedang bermain mahjong, bukan sekadar main santai, melainkan bagian dari tugas Mandarin juga. Mereka sedang mengadakan kompetisi kecil untuk menentukan siapa yang akan mewakili kelas A2 dalam Mahjong Championship antarangkatan. Suasananya cukup meriah: ada yang berdebat strategi, ada yang bersorak tiap kali menang, dan sesekali Laoshi Budi menengok ke arah sana sambil tertawa kecil.
Setelah semuanya matang, kami menata hidangan dengan rapi dan menyiapkan lembar penilaian untuk para guru. Saat nasi dan ayam Hainan disajikan, aroma jahe dan minyak bawang langsung memenuhi udara. Para guru yang mencicipi terlihat menikmati, meski beberapa sempat berkomentar jujur bahwa nasinya sedikit kurang matang. Kami menerimanya dengan lapang dada, karena memang inilah bagian dari proses belajar.
Puding santan yang dibuat Kenzie menjadi penutup yang pas: manis, gurih, dan lembut. Banyak yang bilang rasanya cocok sekali setelah menikmati Nasi Hainan, dan kami pun merasa lega.
Kegiatan ini bukan sekadar tugas bahasa, tetapi juga pengalaman belajar yang menyenangkan. Hari itu, kami belajar bukan hanya cara memasak atau berbicara dalam Mandarin, tetapi juga bagaimana berkolaborasi, berkreasi, dan menikmati proses bersama. Di bawah rindangnya Pohon Cinta, kami sadar bahwa belajar bisa sehangat tawa teman-teman di antara aroma bawang goreng dan suara mahjong yang beradu.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.