Nilai Kasih, Keadilan, dan Kerendahan Hati: Warisan Ignatius Slamet
Riyadi yang Tetap Relevan dengan Masa Kini

Ignatius Slamet Riyadi bukan hanya seorang pejuang muda yang berani di medan perang, tetapi juga seorang tokoh Katolik yang mampu menghidupi nilai-nilai Kitab Suci dalam perjuangan nyata. Di usianya yang masih muda, ia rela meninggalkan bangku sekolah demi membela tanah air. Dari melawan Jepang, memimpin Batalyon XIV dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II, hingga berperan penting dalam penumpasan Pemberontakan Madiun 1948, Slamet Riyadi menunjukkan kepemimpinan yang visioner sekaligus pengorbanan tanpa pamrih. Lebih dari sekadar strategi perang, ia meneladankan nilai kasih, keadilan, dan kerendahan hati yang ternyata masih relevan hingga saat ini. Di era globalisasi saat ini, nilai kasih, keadilan, dan kerendahan hati semakin dibutuhkan untuk ditanamkan agar bangsa mampu menghadapi kompleksitas zaman dengan persatuan, keberanian moral, dan semangat kemanusiaan.
Kasih sebagai Fondasi Persatuan
Indonesia adalah negara yang dengan keberagaman budaya, agama, ras, dan lain-lain. Berdasarkan sensus BPS 2010, terdapat lebih dari 1.340 suku bangsa di Tanah Air. Sampai saat ini pun, nilai kasih masih sangat relevan dengan zaman sekarang, terlebih semakin banyak tantangan sosial seperti : perkembangan teknologi, perbedaan pandangan, diskriminasi, fanatisme, etnosentrisme. Fakta ini dapat menimbulkan potensi perpecahan di tengah keberagaman. Karena itu, nilai kasih sangat penting untuk menumbuhkan sikap toleransi, gotong royong, dan empati. Seperti tertulis dalam Kitab Suci Matius 22:39, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kutipan inilah yang mendasari Ignatius Slamet Riyadi untuk menjaga persatuan di tengah perbedaan.
Implementasi nilai kasih dapat diwujudkan salah satunya dengan menghargai perbedaan agama, budaya, ras, serta suku bangsa. Hal ini sejalan dengan sila ketiga Pancasila, “Persatuan Indonesia”, kita diajak untuk menyatukan seluruh perbedaan yang ada di tanah air, baik dalam agama, budaya, ras, maupun suku. Kasih menjadi dasar yang menumbuhkan sikap toleransi, gotong royong, dan empati terhadap sesama. Dengan kasih, kita menjaga persatuan bangsa di tengah keberagaman, sehingga potensi perpecahan dapat dicegah. Contohnya, menghormati teman yang berbeda keyakinan, ikut serta dalam kegiatan gotong royong, dan tidak merendahkan kelompok lain. Dengan cara ini, kita ikut menjaga persatuan bangsa di tengah keberagaman serta melanjutkan perjuangan para pahlawan dalam merawat persatuan Indonesia.
Keadilan untuk Mengatasi Ketidaksetaraan
Masalah ketidakadilan masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Data BPS tahun 2025 mencatat koefisien Gini Indonesia berada di angka 0,375, yang menandakan kesenjangan distribusi pendapatan masih nyata. Sehingga, nilai keadilan yang diperjuangkan Ignatius Slamet sangat relevan untuk menjawab masalah ini. Kasus korupsi dengan vonis ringan atau praktik diskriminasi semakin memperburuk keadaan. Padahal, UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 menegaskan bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan. Selain itu, Kitab Suci Yesaya 1:17 mengingatkan, “Usahakan keadilan! Kendalikan orang kejam! Belalah hak anak yatim, perjuangkan perkara janda-janda!” Tentunya hal ini tidaklah adil bagi masyarakat Indonesia yang telah mengalami banyak penderitaan dan kemiskinan akibat dari korupsi tersebut. Dengan menerapkan nilai keadilan, baik melalui ketaatan pada hukum, transparansi, maupun dukungan terhadap pemberantasan korupsi, masyarakat dapat membangun pemerintahan yang lebih bersih dan adil.
Implementasi nilai keadilan dapat dilihat dari pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002 didasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, yang bertujuan meningkatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia karena korupsi dianggap merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional. Salah satu keberhasilan KPK adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, pada tahun 2013. Saat Akil Mochtar menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, ia ditangkap menerima suap terkait sengketa Pilkada, kemudian dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dalam kehidupan sehari-hari, keadilan juga dapat diterapkan dengan bersikap jujur, menaati peraturan lalu lintas, membayar pajak tepat waktu, dan tidak melakukan tindak pidana. Apabila nilai keadilan benar-benar dijalankan, akan tercipta masyarakat yang lebih tertib, damai, dan sejahtera.
Kerendahan Hati sebagai Teladan
Meski berhasil menjadi seorang komandan muda dengan strategi perang yang gemilang, Slamet Riyadi tetap rendah hati dan tidak pernah mengutamakan kepentingan pribadi. Nilai ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, ketika masih banyak pejabat yang lebih mementingkan ego dan keuntungan diri sendiri dibanding kepentingan negara. Kasus korupsi BTS 4G Kominfo dan korupsi bansos Covid-19 menjadi contoh nyata minimnya kerendahan
hati para pemimpin. Kitab Suci Matius 23:12 menegaskan, “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Dimana hal ini mengajarkan kita untuk memperlakukan sesama dengan rendah hati, adil, dan menghargai martabat manusia.
Implementasi nilai kerendahan hati dapat dilakukan dengan meneladani Slamet Riyadi yang selalu menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. Dalam kehidupan seharihari, hal ini bisa diwujudkan dengan mengutamakan kepentingan bersama, mengambil keputusan melalui musyawarah untuk mufakat, serta mendengarkan pendapat orang lain dengan penuh rasa hormat. Seperti ajaran Kitab Suci Filipi 2:3: “Jangan melakukan apa pun karena ambisi pribadi atau kesombongan. Sebaliknya, hargailah orang lain dengan rendah hati di atas diri sendiri.” Dengan kerendahan hati, kebersamaan akan semakin kuat dan persatuan bangsa dapat terjaga.
Relevansi Nilai-nilai bagi Bangsa
Kasih, keadilan, dan kerendahan hati yang diteladankan oleh Ignatius Slamet Riyadi tetap relevan hingga kini. Kasih mampu menjaga persatuan di tengah keberagaman, keadilan menjadi dasar tegaknya hukum yang bersih, dan kerendahan hati melahirkan pemimpin yang benarbenar melayani rakyat. Dalam era globalisasi yang penuh tantangan, nilai-nilai tersebut menjadi fondasi moral yang penting untuk membangun bangsa yang bersatu, adil, dan beradab. Dengan menghidupi nilai-nilai itu, kita tidak hanya mengenang jasa para pahlawan, tetapi juga melanjutkan perjuangan mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Daftar pustaka
Badan Pusat Statistik. 2025. Gini ratio Maret 2025 tercatat sebesar 0,375. BPS.
(https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2025/07/25/2519/gini-ratio-maret-2025-
tercatat-sebesar-0-375.htm, diakses pada 16 September 2025)
Indonesia.go.id. 2017. Suku bangsa. Indonesia.go.id. (https://indonesia.go.id/profil/sukubangsa/kebudayaan/suku-bangsa, diakses pada 16 September 2025)
Yuniati, N. 2015. Bekas Ketua MK Akil Mochtar divonis seumur hidup. KBR.
(https://kbr.id/articles/indeks/bekas-ketua-mk-akil-mochtar-divonis-seumur-hidup?,
diakses pada 16 September 2025)
Sahara, W. 2021. Awal mula kasus korupsi bansos Covid-19 yang menjerat Juliari hingga
divonis. Kompas.com. (https://nasional.kompas.com/read/2021/08/23/18010551/awalmula-kasus-korupsi-bansos-covid-19-yang-menjerat-juliari-hingga-divonis?page=all,
diakses pada 16 September 2025))
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. 2024. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi):
Sejarah, tugas dan perannya. Fakultas Hukum UMSU.
(https://fahum.umsu.ac.id/info/kpk-komisi-pemberantasan-korupsi-sejarah-tugas-danperannya/#:~:text=KPK%20adalah%20lembaga%20negara%20yang,oleh%20institusi
%20kejaksaan%20dan%20kepolisian, diakses pada 16 September 2025)
Wikipedia. (2025). Korupsi proyek BTS 4G. Wikipedia
(https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi_proyek_BTS_4G, diakses pada 16 September
2025)
Suhadi. 1976. Ignatius Slamet Rijadi. Jakarta : P.T. INALTU
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.