Relevansi Nilai Kehidupan Oerip Soemohardjo di Era Modern

Sejarah bangsa Indonesia selalu dipenuhi dengan nama-nama besar yang berjasa dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Salah satu di antara mereka adalah Oerip Soemohardjo, seorang perwira militer yang sering disebut sebagai arsitek awal Tentara Keamanan Rakyat, cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Dengan pengalaman militernya yang panjang, Oerip menata struktur, membangun sistem komando, dan menanamkan disiplin yang menjadi fondasi kuat bagi berdirinya tentara nasional. Namun, yang paling berharga dari dirinya bukan hanya peran teknis dalam dunia militer, melainkan nilai-nilai kehidupan yang diwariskan. Profesionalisme, disiplin, tanggung jawab, kerendahan hati, serta kesediaan untuk menempatkan kepentingan bangsa diatas ambisi pribadi adalah teladan yang tetap relevan hingga kini.


Jika melihat keadaan masyarakat Indonesia saat ini, menurut kami tidak sulit untuk menemukan alasan mengapa nilai-nilai Oerip masih sangat diperlukan. Kita hidup di era yang penuh tantangan: globalisasi menuntut daya saing yang tinggi, perkembangan teknologi mengubah cara kita berinteraksi, sementara kehidupan politik sering terjebak pada polarisasi dan kepentingan jangka pendek. Dalam situasi seperti ini, sikap disiplin dan profesionalisme menjadi dasar yang tidak bisa diabaikan. Disiplin bukan lagi hanya milik tentara, melainkan juga sebuah keharusan bagi seluruh masyarakat. Kitab Suci mengajarkan, “Segala sesuatu yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23). Artinya, bekerja dengan penuh tanggung jawab adalah wujud pengabdian, baik bagi Tuhan maupun bangsa. Tanpa disiplin waktu, disiplin kerja, dan disiplin moral, sulit bagi bangsa ini untuk mengejar ketertinggalan dan berdiri sejajar dengan negara lain yang lebih maju.


Profesionalisme juga sangat krusial. Di dunia kerja modern, kualitas sumber daya manusia ditentukan bukan hanya oleh keahlian, tetapi juga oleh integritas. Seorang pegawai yang bekerja dengan profesional akan menghasilkan kinerja yang memuaskan, sementara pejabat publik yang mengutamakan profesionalisme akan memberikan pelayanan yang optimal dan adil. Hal ini sesuai dengan pendapat Max Weber, yang menekankan bahwa kepemimpinan sejati harus lahir dari “etika tanggung jawab” atau verantwortungsethik, bukan semata-mata demi kekuasaan. Jika nilai ini sungguh dihidupi oleh birokrasi dan lembaga-lembaga negara, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang selama ini menjadi penyakit kronis bagi bangsa Indonesia bisa dikurangi. Dengan demikian, cita-cita untuk menghadirkan pemerintahan yang melayani rakyat, serta kedaulatan berada di tangan rakyat, dapat terwujud secara nyata.


Disamping disiplin dan profesionalisme, Oerip juga memberikan teladan tanggung jawab dan kerendahan hati. Ia bukanlah pemimpin yang haus kekuasaan. Dalam sejarahnya, Oerip rela mengesampingkan ambisi pribadi demi menjaga persatuan bangsa. Ia menyadari bahwa tujuan utama perjuangan bukanlah kedudukan, melainkan kemerdekaan dan keutuhan negara. Nilai seperti ini masih sangat jarang ditemukan dalam kehidupan politik masa kini, di mana kepentingan golongan dan kepentingan pribadi kerap lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat. Kerendahan hati seorang pemimpin adalah cermin dari jiwa besar, dan inilah yang dibutuhkan Indonesia untuk membangun bangsa yang bersatu.


Sikap pengorbanan yang ditunjukkan Oerip juga sejalan dengan ajaran Kitab Suci yang menekankan kasih dan kesetiaan. Dalam Yohanes 15:13, tertulis bahwa tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Nilai ini selaras dengan semangat Oerip yang rela mendukung pemimpin lain dan mengorbankan dirinya demi terciptanya persatuan. Kasih, pengorbanan, dan kesetiaan adalah nilai universal yang bisa diterapkan di segala bidang kehidupan. Nilai-nilai yang diwariskan Oerip Soemohardjo tidak akan bermakna jika hanya dikenang sebagai bagian dari sejarah. Nilai itu harus dijadikan cara hidup bangsa. Tantangan zaman boleh berubah, tetapi prinsip moral dan kepemimpinan sejati tetap sama. Di era digital yang serba cepat, bangsa Indonesia justru semakin butuh fondasi yang kuat agar tidak hanyut dalam egoisme. Implementasi nilai ini bisa dimulai dari hal sederhana: membiasakan disiplin waktu, tidak menunda pekerjaan, serta menggunakan teknologi secara bijak. Profesionalisme juga bisa dilatih sejak sekolah, misalnya dengan mengerjakan tugas dengan jujur, sungguh-sungguh, dan bertanggung jawab di rumah maupun masyarakat.


Kerendahan hati dan kepedulian dapat terlihat dari sikap sederhana, seperti berkomentar sopan di media sosial, menghargai perbedaan, atau mau mendengarkan kritik. Sementara itu, semangat pengorbanan bisa diwujudkan dengan membantu teman yang kesulitan, ikut kegiatan sosial, dan peduli pada mereka yang membutuhkan. Dengan menghidupi nilai-nilai ini, warisan Oerip tidak hanya akan menjadi kenangan sejarah, melainkan panduan nyata untuk membangun bangsa yang lebih bersatu dan kuat di tengah tantangan zaman modern.

Sumber:

Febriati, Siska, dkk. 2020. Peranan Oerip Soemohardjo Dalam Pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI). https://jurnal.ipw.ac.id/index.php/rinontje/article/view/89/91 [Diakses pada 16/09/2025]

Soebroto, Rohmah Soemohardjo. 1973. Oerip Soemohardjo. Jakarta: PT Gunung Agung.
Sudarwono, Endro Tri. 2020. Mayor KNIL Oerip Soemohardjo dan Sejarah Kebijakan Awal Pembentukan Tentara Nasional Indonesia. https://journal.uny.ac.id/index.php/istoria/article/download/29740/14642 [Diakses pada
16/09/2025]